• .
  • .
  • .
  • .
  • .
  • .

Rumah Kenangan.. Rumah Manalagi

Entah.. berapa lama lagi aku masih punya kesempatan bisa terlelap tidur di rumah tua ini. Rumah yang begitu banyak memberikan kenangan indah masa kecil.. masa remaja.. dan di masa tua-ku aku masih punya kesempatan tinggal dan merawatnya.
Kini dan entah berapa lama lagi, aku bisa merawatnya dan menemaninya melewati waktu-waktu yang berjalan pelan tapi pasti, hingga tiba saatnya aku harus berpisah dengannya.
Sering kali ketika aku membersihkan halamannya yang cukup luas, sesekali aku merasa menjadi seperti bapakku yang dulu juga selalu setia menyapu halaman, yang bukan hanya membersihkan dari dedaunan yang gugur dari dua pohon mangga, atau sampah lain yang terbawa angin dari jalan raya di depan rumah, tetapi juga seperti 'membatik' di tanah. Ini seperti sering aku lihat, begitu rapi dan indah. Bekas goresan sapu lidi ditanah terlihat  lurus, meninggalkan jejak sapu layaknya pelepah daun kelapa. Teratur dan rapi, tidak acak-acakan seperti sekarang kalau aku menyapu halaman.
Bahkan, ketika hujan sore-pun bapak tetap saja menyapu. Padahal sudah mandi, sudah pakai sarung, berkopyah hitam.. .. masih sempat-sempatnya menyapu halaman dengan berpayung. Bapak yang telaten, lugu dan sangat penyabar. Itulah bapak-ku.
Dan rumah tua ini, lihatlah, ia berdiri sejak tahun 1963 hingga sekarang tidak berobah. Dengan pohon mangga yang setia menemani berjalannya waktu yang menambah umur mereka.
Sering aku merenung.. memandangi rumah-tua ini, masih seperti dulu, tidak berubah.. tetap sederhana. Berjuta makna dan ceritera kehidupan tersimpan didalamnya. Kadang terbersit dalam pikiran, haruskah aku meninggalkan rumah ini?
Rumah-tua dengan pohon mangga manalagi.. .. menyimpan berjuta kenangan, suka-duka ceritera penghuninya, bapakku, ibuku, aku  dan ke-enam adikku, dari semasa masih "bocah" hingga remaja dan berangkat dewasa, kemudian bekerja di kota yang berbeda. Dan kemudian berkeluarga. Meninggalkan bapak dan ibu, berdua tetap mendiami rumah manalagi. Teramat panjang ceritera yang terbangun dari keseharian bersama bapak dan ibu. Rumah yang dibangun oleh bapak ketika aku dan adik-adik masih "bocah", belum mengerti apa dan bagaimana perjuangan bapak masa itu. Sendiri bapak berusaha dan berjuang memberikan tempat berlindung untuk kami semua, dan itu terwujut seperti sekarang apa adanya.

Bapakku wafat tahun 2010 bulan maret tanggal 23 di usia 89 tahun, tanpa sakit.. hanya kondisi tubuh yang semakin lemah. Bapak menghembuskan nafas terakhir di pelukanku.. .. ditemani adikku Hartami. Ibu yang sedang sakit, menangis di ujung meja, mengiringi kepergian bapak.
"Bapakmu geneya le ...?" ibu menanyakan keadaan bapak. Aku tidak sanggup menjawabnya. Ibupun kemudian menangis, menyadari bapak sudah tiada. Ibuku yang setia menemani bapak dari tahun 1943 hingga saat tutup usia, tentu merasa kehilangan. Keadaan yang cukup mendadak, karena bapak sebelumnya kelihatan sehat seperti biasa. 
Bapak berpulang dengan tenang, sangat tenang, tersenyum.. tanpa meninggalkan pesan apapun. Aku menangisinya. Bapak berpulang dalam keheningan di pagi subuh yang dingin. Aku menerima dalam sedu-sedan kepergian bapak dengan beribu rasa tercekat di ulu-hati. Berat namun ikhlas menerima suratan Illahi Robbi. Innalillahi wa inaillaihi roji'uun. Selamat jalan bapak.. selamat jalan.. semoga arwahmu mendapat tempat layak disisi Allah swt dengan segala ampunan-NYA.
Itu terjadi tanggal 23 Maret 2010. Dan hari-hari berikutnya, bersama istri, aku menemani ibu yang juga sudah lanjut usia. Sementara aku dihadapkan pada kenyataan bahwa aku sendiri masih harus menata kehidupanku sendiri. Disisi lain aku merasa tentu juga menjadi kewajibanku untuk merawat dan menjaga ibu yang sudah semakin lemah dan merawat rumah kenangan, peninggalan almarhum bapak. Aku juga tahu, aku masih akan menghuni rumah kenangan ini dalam waktu cukup lama, bersama ibu dan istriku. Sampai suatu saat nanti, entah kapan.. tiba saatnya aku harus meninggalkan rumah ini. Meninggalkan kampung masa kecil, tetangga yang sangat baik, dan meninggalkan kota kediri yang tenang, yang dihuni rumah manalagi.
Rumahku.. rumah kenangan.. rumah manalagi..

shar darminto
semampir, april 01.10